Dinas perindustrian dan perdagangan (Disperindag) Bali akan mendorong pengusaha menjajaki pasar Afrika Selatan dan Asia Selatan apabila pemerintah Amerika Serikat (AS) memberlakukan tarif impor sejumlah produk asal Indonesia, sebagai efek atau imbas dari perang dagang negara yang dipimpin oleh Donald Trump tersebut dengan Cina.

Kepala Dinas perindustrian dan perdagangan Bali Putu Astawa mengatakan Afrika Selatan dan Asia Selatan memiliki pasar yang belum digarap secara optimal oleh pelaku usaha dari Bali. Dia menyakini kedua wilayah memiliki daya beli yang mampu menyerap produk-produk ekspor dari Bali.

“Sejauh ini memang belum ada dampaknya (untuk ekspor) ke Amerika, tetapi kalau terjadi ya pasar baru itu yang kami dorong untuk dijajaki pelaku pasar. Kemendag (Kementerian Perdagangan) juga sudah memberikan instruksi dan sedang menjajaki pasar di dua wilayah itu,” tuturnya, Senin, 9 Juli 2018.

Astawa merujuk negara Afrika Selatan dan Bangladesh yang selama ini belum digarap dengan baik. Dua negara itu sebenarnya memiliki populasi besar yang memungkinkan untuk menjadi bidikan bagi produk-produk asal Bali.

Menurutnya, ekspor ke Afrika Selatan sudah dilakukan oleh sejumlah eksportir asal Bali untuk komoditas perhiasan dan kerajinan. Hanya saja, nilai ekspornya masih kecil dan tidak masuk dalam daftar 10 besar negara tujuan.

Ditegaskan olehnya, negara Arab juga dapat menjadi negara tujuan apabila AS benar-benar mengenakan tarif impor produk Indonesia. Daya beli negara-negara di kawasan Timur Tengah juga besar dan menyukai keunikan kerajinan dari Pulau Dewata. “Intinya kalau benar terjadi maka tidak ada pilihan lain harus meningkatkan kualitas produk agar masih diminati,” tutur Astawa.

Genderang perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina telah ditabuh. Negeri Paman Sam mulai mengumpulkan tarif terhadap produk impor asal negeri bambu yang nilainya USD 34 miliar pada Jumat, 6 Juli 2018 pukul 00.01 waktu AS. Presiden AS Donald Trump juga mengancam akan ada putaran berikutnya yang menyasar produk impor dari Cina senilai lebih dari USD 500 miliar.

 

Sumber : Tempo.co