Bank Indonesia (BI) akan mempercepat penerbitan rupiah digital. Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan bank sentral tahun depan akan mempresentasikan terkait detail desain uang rupiah digital tersebut.
Perry mengungkapkan, jika rupiah digital, sistem pembayaran dan pasar uang sangat tersambung dan hal itu yang sedang dibangun saat ini.

"Insyaallah tahun depan desainnya," kata dia dalam Raker dengan Komisi XI DPR pada Kamis, ditulis Sabtu (27/11/2021).

Dia mengungkapkan BI saat ini juga mempercepat transformasi dengan BI FAST, BI Electronic Trading Platform (ETP) dan Central Counterparty (CCP).

Hal ini agar Real Time Gross Settlement (RTGS) bisa didistribusikan. Perry mengungkapkan saat ini BI juga sedang mengkaji berbagai macam platform terkait rupiah digital ini.

"Apakah blockchain, apakah DLT (distributed ledger technology) atau stable coin. Ini seluruh dunia lagi mencoba-coba dan mencari kesepakatan mana teknologi yang pas. Kami terus berkoordinasi dan tahun depan bisa presentasi konsep desainnya," jelas dia.

Memang BI memiliki rencana untuk penerbitan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau Rupiah Digital. Nah mata uang digital ini akan memberikan banyak manfaat untuk perekonomian.

Perry menyebut transaksi bank di pasar uang akan lebih efisien, bahkan nol biaya karena perbankan sudah tersambung dalam sistem digital currency dalam konteks wholesale Digital Rupiah.

Perry menyebutkan bahwa penerapan Rupiah Digital tidak bebas dari risiko cyber security. Untuk itu Perry menegaskan bahwa pihaknya akan terus fokus pada manajemen risiko dalam pengembangan CBDC termasuk juga soal cyber security.

"Banyak manfaat CBDC, cost of transaction (rendah), kecepatan transaksi, perputaran uang dalam ekonomi, dan semuanya adalah (meningkatkan) efisiensi, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, disamping lebih inklusif bagi sektor ritel dan ekonomi keuangan kita," tambah dia.
"Apakah blockchain, apakah DLT (distributed ledger technology) atau stable coin. Ini seluruh dunia lagi mencoba-coba dan mencari kesepakatan maka teknologi yang pas. Kami terus berkoordinasi dan tahun depan bisa presentasi konsep desainnya," jelas dia.

Memang BI memiliki rencana untuk penerbitan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau Rupiah Digital. Nah mata uang digital ini akan memberikan banyak manfaat untuk perekonomian.

Perry menyebut transaksi bank di pasar uang akan lebih efisien, bahkan nol biaya karena perbankan sudah tersambung dalam sistem digital currency dalam konteks wholesale Digital Rupiah.

Perry menyebutkan bahwa penerapan Rupiah Digital tidak bebas dari risiko cyber security. Untuk itu Perry menegaskan bahwa pihaknya akan terus fokus pada manajemen risiko dalam pengembangan CBDC termasuk juga soal cyber security.

"Banyak manfaat CBDC, cost of transaction (rendah), kecepatan transaksi, perputaran uang dalam ekonomi, dan semuanya adalah (meningkatkan) efisiensi, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, disamping lebih inklusif bagi sektor ritel dan ekonomi keuangan kita," tambah dia.

Untuk diketahui, dalam laporan tahunan BI 2021, disebutkan transaksi uang elektronik pada 2021 diperkirakan mencapai Rp 40.000 triliun atau akan naik 41,2% secara tahunan (year on year/yoy). Serta akan kembali tumbuh tinggi 16,3% (yoy) hingga mencapai Rp 337 triliun pada 2022.

Adapun transaksi e-commerce pada tahun ini diramal akan menembus Rp 403 triliun atau tumbuh 51,6% (yoy) dan akan terus meningkat pada 2022 hingga mencapai Rp 530 triliun atau tumbuh 31,4% (yoy).

Sejalan dengan perkembangan ekonomi digital, transaksi pembayaran digital banking pada 2021 juga diproyeksikan naik 46,1% (yoy) atau mencapai Rp 40.000 triliun dan berlanjut naik 21,8% hingga mencapai Rp 48.600 triliun pada 2022.

BI menyebut, semakin pesatnya perkembangan transaksi ekonomi dan keuangan digital ini sejalan dengan terus meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat untuk berbelanja daring, meluasnya ekosistem e-commerce, semakin berkembangnya layanan pembayaran digital.

"Serta membaiknya kondisi ekonomi domestik dan akselerasi berbagai program digitalisasi sistem pembayaran sesuai BSPI 2025." .

Sumber.  :  Detik & CNBC